Langsung ke konten utama

Postingan

Ketidakadilan Pendidikan

Tegakkan keadilan Tegakkan kejujuran Tegakkan tongkat-tongkat kebenaran Dan singkirkan orang-orang yang hanya memakan jatah orang! Siapakah pemimpin sekolah ini? Siapakah pemimpin tempat yang kuimpikan ini? Siapakah yang ada di balik semua ini!? Kau patahkan sayap-sayap itu! Semangat tinggi yang membuatnya bermimpi! Niat kuat yang membuatnya bisa sampai hingga saat ini! Dan sampai pada akhirnya, detik ini, kau lenyapkan semuanya begitu saja dengan perlakuan yang seolah bukan kuasamu! Adilkah!? Adilkah pendidikan yang seperti ini!? Adilkan anda sebagai pemimpin!? Walau dia paham, sejatinya menjadi pemimpin bukanlah hal mudah. Namun, kau tak pernah turun langsung untuk melihat anak-anakmu! Kau terpangku di atas kursi empuk itu. Kau terpikirkan oleh masalahmu sendiri, seolah untuk melihat atau sekadar mendengar anak-anakmu kau acuh! Kau kibarkan kata-kata manismu. Seolah kau yang bijaksana. Kau nyanyikan senandung pendidikan yang indah ini, seolah semua menikmatiny
Postingan terbaru

Luka Yang Disengaja

Permainan itu,  Mengingatkanku Pada tiap ucapan katamu Yang membuatku,  Mengulas senyum di wajahku Bisakah sejenak saja kau ulang kembali? Tiap waktu itu Katamu, candamu Yang terus kau ulangi Berkali-kali, kala dulu. Tapi, layaknya yang kau dan aku juga tahu Waktu adalah denting yang bergerak Tak ada henti di setiap perjalanannya  Waktu yang lalu, akan berlalu Seperti kita yang dulu terlihat syahdu Kini saling mengadu Soal sembilu Mengaku benar dengan penuh ego Tanpa pernah terlintas,  Bahwa ini adalah.. Goresan luka yang disengaja.

Di Batas Jarak

Jarak membuatku mengerti, bahwa cinta lebih berarti jika saling merindukan setiap waktu. Jarak membuat puluhan kilometer tak lagi berarti jika harus ditempuh. Jarak membuatku sadar, bahwa temu hanyalah satu cara bagi penawar rindu. Ingat saat jumpa pertama, hingga akhir kita bersama. Lalu apa yang kau dan kujuga rasa? Kini kita harus melawan prasangka demi prasangka di dalam jarak. Menghancurkan tiap-tiap dinding masalah yang siap menghadang. Menutup rapat-rapat celah pada hati, Karena semestapun tahu, bahwa rasa dapat berubah Setiap waktu.

Saat itu

Terus apa yang lebih menguatkan dari sekedar rasa sabar? Disaat kamu sadar, bahwa apa yang kamu lakukan itu selama ini hanya menyakiti perasaan orang Saat itu kamu sadar, hidup kamu gak lebih dari apapun untuk siapapun Saat kamu hanya milikin sebuah harapan, agar Tuhan bisa paham akan hatimu yang sejujurnya Saat itu kamu ingin memeluknya Bertemu, mengatakan apa yang selama ini kamu rasakan Saat kamu bermimpi, namun seseorang mengatakan Tanpanya kamu bukan apa-apa Tanpanya kamu bukan segalanya Saat itu kamu ingin menceritakan semuanya kepada Tuhan, tentang apa yang dikatakan orang Tentang dirimu yang begitu salah Begitu tak berarti Bahkan tak pernah menyenangkan hati Saat itu, kamu ingin menjadi satu-satunya orang yang beruntung yang diciptakan oleh Tuhan Ingin mendapatkan apa yang selama ini kamu butuhkan Meski kamu sadar, bahwa Tuhan lebih paham apa yang sebenarnya harus kamu terima. Ketika dunia membencimu, Kamu hanya berharap Bahwa Tuhan, Tak akan pernah membencim

Jalanku penuh luka

Pada hari ini aku menyadari Bahwa ternyata semuanya semakin keruh Jernih yang kuharap hanya angan yang tak akan muncul Justru kekotoran yang semakin menjadi Aku menapaki jalan yang kulalui dengan penuh rasa pedih ditiap celah hati Meratapi jalan yang terlalu sulit untuk kulampaui Menangisinya jika aku tak kuasa menahan pedihnya Jalan yang selalu mengajariku arti kesabaran Aku berusaha kuat Meski ilusi-ilusiku menakutkanku Tentang segala yang berada dihadapku Dengan sebuah hati yang kecil, aku bertekad Ketika aku ingin Aku sadar Itu hanya keinginan Yang tak selalu bisa kudapatkan Tuhan begitu adil Walau dalam lubuk ini, aku selalu mengeluh Merasa bosan dengan keadaan Yang terkadang membuat alih-alih peasaanku menjadi meluap Berteriak Mengungkapkan Bahwa, aku lelah Terus dan menerus Berada dalam titik yang selalu menjadi beban dalam hidup Yang selalu menjadi alasan pertama untuk pertama kalinya air mataku menetes Yang selalu menjadi alasan ketika aku bertekad un

Aku, kamu, dan ketakutannya

Mungkin takutku terlalu keras Sampai kata tak mampu menghancurkannya Mungkin takutku terlalu berlebihan Sampai ucapan tak mampu menutupinya Aku hanya pemilik rasa ulung Yang selalu dikelabui rasa-rasa tak bernama Yang kadang merestui dan menolak Aku hanya pemilik hati yang mudah di ambil oleh pemiliknya Yang kapanpun bisa pergi Bukan hanya dalam hitungan menit, namun persekon Kita seperti dua raga yang tak menyatu Namun tiap ilusi itu berharap kita tetap utuh Tapi aku tersadar Oleh tiap waktu yang tak hanya berkutik dalam satu tempat Yang selalu berjalan mengelilingi porosnya Dan kita, tak akan selalu menjadi ulung Aku percaya, namun tidak pernah membohongi secercah rasa Yang penuh oleh rasa takut Takut, untuk bisa percaya Bahwa ketakutanku hanya sebuah ujian Bukan kenyataan Depok, malam hari Rabu, 04 Oktober 2017

Diorama Hujan

Masih perihal cerita yang selalu kusandingkan bersama gemericik hujan Yang kumainkan bersama pena di atas selembar kertas Huruf demi huruf kutuliskan, Untuk sedemikian kata yang membentuk sebuah prosa Jika bisa kukatakan, hujan adalah sebuah imaji Yang selalu menjadi ilusi-ilusi kata yang terbentuk Jika bisa kubayangkan, hujan adalah ruang rindu yang paling besar Gemiriciknya begitu nyaman terdengar Diorama yang tersaji begitu teduh dan rindang Meski tak ada matahari, ataupun pancarannya Diorama hujan tetap indah bersama setiap tetesnya Setiap turunnya, selalu mengundang imaji bagi setiap penulis Mengundang rindu bagi setiap perindu Bahkan , mengundang pelangi diakhir turunnya Delvia Abbabil, 04 Oktober 2017